September 15, 2025

Sejumlah Warga Desa Kedungmutih Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Ramai Datangi Balaidesa Terkait Pengelolaan Sungai

Demak , radarmurianews.com – Sejumlah warga masyarakat Desa Kedungmutih kecamatan Wedung Kabupaten Demak berbondong bondong ke balaidesa Kedungmutih pada Rabu siang (23/07/2025) untuk menyatakan sikap penolakan atas kebijakan Pemdes Kedungmutih terkait pengelolaan sungai yang dikelola oleh BUMDes Satria Kalijaga namun kemudian malah dilelangkan

Warga desa Kedungmutih merasa janggal setelah adanya keputusan Kementerian PUPR Sumber Daya Air yang memberikan izin pengelolaan sumber daya air kepada BUMDes Satria Kalijaga Desa Kedungmutih tanpa melalui Balai Besar Wilayah Sungai(BBWS) Pemali Juana

Mengingat pada tahun 2022 yang lalu, BBWS Pemali Juana mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan bahwa aset sungai milik BBWS yang berada di Desa Kedungmutih tidak boleh diperjualbelikan atau dilelang, melainkan harus dikelola oleh rakyat atau digunakan untuk kemaslahatan warga masyarakat.

Namun dalam praktik dilapangan, empat aliran sungai diwilayah Desa Kedungmutih kini telah resmi disewa dan dikelola oleh warga yang membayar retribusi tahunan kepada BUMDes yang kemudian disebut sebagai “mitra kerja”

Empat sungai tersebut yakni Sungai Suwaru yang dikelola oleh Slamet, Sungai Legok dikelola oleh Khairum, Sungai Ketapang oleh Fatah, dan Sungai Kali anyar dikelola oleh Bhikin

Masyarakat baru mengetahui hal ini belakangan, setelah isu lelang sungai mencuat dan mediasi desa dilakukan pada 6 Juli.

“Ada apa dengan proses ini? Mengapa tidak sejak awal masyarakat dilibatkan dalam pengambilan keputusan?” tanya salah satu warga yang turut protes ke Kantor Balaidesa

Ia menyebut bahwa keputusan tersebut terkesan direncanakan diam-diam dan hanya menguntungkan segelintir orang yang memiliki kedekatan dengan elite desa.

“Sungai itu milik masyarakat. Tapi sekarang dikuasai empat orang saja. Semuanya dekat dengan kepala desa. Ini bukan kebijakan yang adil,” tambahnya.

Hamidah(ibu rumah tangga yang juga ikut protes ke Kantor Balaidesa) mengungkapkan kekecewaannya karena sehari-hari suaminya menggantungkan hidup mencari nafkah dari mencari ikan dan hasil alam sungai.

” Saya tidak setuju pak, karena itu sumber dari nafkah kami, tidak ada pemberihuan tidak ada persetujuan, tahu-tahu sudah dikuasai empat orang, lha kami rakyat kecil mau cari nafkah dimana lagi kalau sungai di kuasai empat orang itu ” ucap Hamidah saat diwawancarai dengan nada geram dan sesegukan

Sementara itu, Ulil(salah satu aktivis lokal) mengkritik keras kebijakan ini meski secara hukum administratif dianggap legal

“Urusan administrasi bisa dimanipulasi. Tapi rasa keadilan tak bisa dibohongi. Apakah ini sesuai nilai-nilai demokrasi desa? Kenapa tidak dikelola kolektif oleh kelompok masyarakat tani atau nelayan kecil? Ini menyingkirkan rakyat,” tegas Ulil.

Ia menyebut mekanisme pengambilan keputusan ini sebagai bentuk praktik feodalisme modern — kekuasaan menentukan, rakyat menanggung akibatnya.

Dilain pihak, Misbakul Hadi (Kepala Desa Kedungmutih) membenarkan bahwa izin pengelolaan diterbitkan oleh Kementerian PUPR melalui jalur online. Ia menegaskan bahwa pengelolaan sah oleh BUMDes dan menolak disebut ada proses lelang.

“Iya, benar, empat sungai itu dikelola BUMDes dan mitra. Sudah resmi ada izinnya. Tapi masyarakat masih bisa cari di satu sungai lain, Sungai Kelontong. Harus ada aturan, tidak bisa semua bebas seperti dulu,” ujarnya saat diwawancarai awak media

Pihak BBWS Pemali-Juana, melalui pejabatnya Abdul Haris Subarda, menyatakan bahwa meskipun izin pengelolaan sah, namun tetap ada kewajiban hukum dan sosial yang harus dijalankan.

“Jika ditemukan pelanggaran terhadap kewajiban dalam izin, termasuk pelanggaran terhadap prinsip keadilan dan manfaat untuk masyarakat luas, maka kami bisa merekomendasikan pencabutan izin ke kementerian,” Ucap Haris saat diwawancarai media usai mengikuti acara mediasi yang dilakukan di Aula Balaidesa Kedungmutih Kecamatan Wedung Kabupaten Demak pada Rabu Siang (23/07/2025).***(Rizky)

Views: 96